widgets

Sabtu, 30 Juli 2011

Seks Antara Aku, dan Tante Ratna
8 Juli 2011

 Kali ini saya kedatangan Tante saya, Tante Ratna  adalah seorang janda yang telah ditinggal hampir setahun oleh suaminya karena kecelakaan dan umur Tante Ratna hampir 40 tahun walapun orang sudah menginjak kepala empat tapi badanya masih terawat kulitnya yang putih bersih, tinggi 167 cm dengan berat 50 kg sesuai dengan payudara yang saya perkirakan 34A, pasti membikin orang menoleh pada Tante aku termasuk aku sendiri.
Tante Ratna datang ke Lombok dalam rangka tugas perusahaan selama lima hari.
“Ndi, nanti anterin Tante ya” kata Tante Ratna sambil membereskan pakaian dalamnya.
“Kemana Tante?” jawab saya sekenanya, sambil jelalatan melihat BH merah punya Tante Ratna, sungguh pemandangan yang indah, BH-nya segini ukurannya apalagi isinya.. He.. He..
“Mbak mau ke mall sebentar beli pulsa nich!”
“Beres boss..”          

Kemudian saya dan Mbak Ratna ke mall, di dalam Mobil saya perhatikan Tante Ratna sungguh seksi dengan kemeja satin atasan berwarna putih dengan lengan pendek memperlihatkan payudaranya yang membusung dan rok mini diatas lutut berwarna hitam, hingga lekuk-lekuk celana dalamnya samar-samar tercetak serta wangi parfumnya yang segar. Sungguh membuat saya merangsang melihat kemeja satin yang sangat mengkilap itu rasanya saya kepingin memeluk dan merabanya dan sekalian ngentot aja. Tapi itu harapan saja coy…

61bNW81VBgL._SL1000_.jpg
“Ramai juga mallnya ya!”
“Iya.. Eh.. Mbak.. Sini” lalu saya menarik tangannya, sungguh halus dan lembut.
“Counter handphone di sana toh”
Karena ramai maka saya Tante Ratna mepet di depan saya hingga pantatnya yang terbungkus rok menempel di depan kontol saya. Wah ini kesempatan nich pikir saya dalam hati, saya tempelkan kontol saya yang sudah tegak kepantatnya Tante Ratna, untuk tadi saya pakai celana panjang kain. Sensasinya begitu nikmat, apalagi dimasukin nich. Asoy geboy mak. Selesai acara mepet-mepetan tadi karena udah sampai dan bla, bla, bla tanpa kejadian yang hot.
Di malam pertama, saya dan Tante Ratna ngobrol sampe malam, kira-kira jam 21.00.
“Ndi Tante tidur duluan ya”
“Iya Te.. Mimpi yang indah ya Mbak!”

Tante Ratna lalu pergi tidur dengan daster satin berwarna pink dengan bawahan seatas lutut yang kependekan itu. Satu setengah jam kemudian saya menyusul ke kamar untuk pergi tidur juga dan wow.. Tante Ratna tidur posisi miring ditempat tidur aku, tapi yang membuat kontol saya tegak adalah daster satin nya itu yang menyingkapkan paha kanannya yang putih bersih serta sedikit memperlihatkan CD-nya yang berwarna putih itu.. Mmh sungguh pemandangan yang indah pembaca.
fantasi1659.jpg
Saya dengan perlahan membuka pakaian dan celana pendek, dan CD sekalian karena kalau tidur kebiasaan saya telanjang dan hanya selimut saja yang menutupi badan saya, ini baru pertama kali saya tidur dengan Tante Ratna tapi Tante Ratna sudah mengerti kalau saya tidur tidak mengenakan baju dan celana. Saya tidur dengan posisi membelakangi Tante Ratna dan dengan perlahan saya tempelkan kontol saya ke pantat Tante Ratna dan pas dibawah daster satin nya terasa serr.. dan Rasanya ujung kepala kontol saya seperti diraba dengan kain satin yang sangat lembut dan licin membuat saya menjadi sangat terangsang. Mmh enak sekali, sambil tangan kanan saya linkarkan ke perutnya. Tidak ada reaksi sama sekali tapi tiba-tiba saja tangannya memegang tangan saya sambil bergumam..
“Mm..”
Saya sampai kaget, tapi cuma sesaat dan kaki kanan saya masukkan di antara kaki Tante Ratna. Beberapa saat dalam kondisi tersebu, perlahan saya lanjutkan dengan tangan kanan saya yang tadinya di perut sekarang merayap perlahan membelai daster Tante Ratna keatas menuju buah dadanya dan ternyata Tante Ratna tidur tidak memakai BH. Payudaranya akhirnya tersentuh juga dan saya usap dengan perlahan sekali karena takut Tante Ratna bangun. Khan malu sekali jadinya, tapi sudah kadung nafsu tidak bias dibendung, saya terusin aja, paling dimarahin atau diomelin sama Tante Ratna. Kontol tetap kugesek-gesekkan didaster satin nya dibagian belahan pantatnya hingga cairan bening dari ujung kontol saya mengeluarkan cairan bening sehingga membasahi sedikit daster satin itu seiring intensitas kontol saya yang tetap mengesekan didaster satin nya, tangan saya pun  tidak diam begitu saja saya mulai mengusap dan meremas-remas. Lagi asyik-asyiknya melakukan kegiatan mepet-mepetan, tiba-tiba Tante Ratna tersadar juga.
“Oh.. Siapa ini..” ujarnya sambil mengibaskan tangan saya.
“Sst.. Andi.. Tante..” guman saya, antara takut dan bingung.
“Maaf.. Tante.. Andi.. Khilaf” kata saya akan beranjak keluar.
“Tunggu Ndi” tahan Tante Ratna.
“Sebetulnya Tante nggak marah kok, cuma kaget aja, tak kirain siapa”
“Sekali lagi maaf Tante, tapi jangan laporan ibu ya”
“Kamu pingin ya bercinta sama Tante”
“Iya Te…Andi kepingin sekali bisa bercinta sama Tante.

Sambil saya berbisik sama Tante.
“Te…Andi sangat terangsang bila Tante memakai daster ini”
“Emang kenap Ndi.
“Karena kalau Andi melihat wanita memakai satin Andi sangat terangsang”
“Kamu suka ya”
“Iya Te…bukan suka lagi tapi membikin andi menjadi bernafsu Te…”
“Sekarang Kamu kunci kamar ini dan temenin Tante tidur malam ini, gimana?”
Wah bukan main senangnya saya dan cepat-cepat saya kunci pintu dan kembalinya saya setelah menguci pintu ternyata Tante Ratna sudah membuka CD putihnya hanya daster satin nya saja yang masih melekat ditubuhnya.
“Lho, kok bengong sini bobo”
“I.. Ya..Tante”
Antara kagum dan nafsu jadi satu dech, melihat pemandangan yang bagus ini. Dan Tante Ratna mengegam kontol saya yang sudah dari tadi menegang.
“Wah.. Kontolmu bengkok ya” puji Tante Ratna sambil menindih tubuh saya dibawah4103138217_b063f5ac51_o.jpg.
Lalu kami pun berciuman dengan lembut dan makin lama ciuman itu berubah menjadi saling jilat. Tangan saya bergerilya meremas-remas kedua payudaranya yang masih terhalang daster satin dan Tante Ratnapun meremas dan menarik-narik kontol saya.
“Ndi.. Emut.. Su.. Su Tante.. Ya” tersengal-sengal Tante Ratna mengarahkan kepala saya pada payudaranya.
Putting payudaranya yang sangat menonjol itu dari luar daster satin nya saya emut, jilat dan gigit dengan perlahan sampai Tante Ratna merintih-rintih, sementara tangan kanan saya pun ikut masuk mencari vaginanya dan mengusap-usap vagina Tante Ratna yang mulai basah.
“Terr.. Us.. Ndi.. Yang.. Baw.. Ah”
Saya teruskan, tampaklah vagina yang ditumbuhi bulu-bulu halus muncul, saya jilat dan sedot, sehingga cairan putih semakin banyak, slrup.. Slrup.. Slrup begitu bunyinya saya hisap sampai kepala saya terjepit kaki Tante Ratna yang udah mulai orgasme pertama.
“Ndi.. Ganti.. Po.. Sisi ya?” tanya Tante tersengal-sengal sambil mengarahkan mulutnya ke kontol saya hingga posisi kami bergaya 69.
Tante Ratna betul-betul mahir mengulum dan menghisap sampai-sampai kontol saya gerakkan perlahan ke atas ke bawah seiring kulumannya dan saya pun tak kalah gesit menjilat dan menghisap cairan putih yang semakin banyak dari Tante Ratna.
“Gan.. Tian.. Tante di atas”
Lalu kami pun berubah posisi dengan saya di bawah dan Tante Ratna di atas, sambil sedikit berjongkok Tante Ratna membimbing kontol saya masuk vaginanya dan bless.. Cleep.. Cleep.. Cleep.. Begitu bunyinya akibat goyangan pantatnya yang semok dan sodokan kontol saya sampai-sampai buah zakar saya mepet dengan vaginanya.
boyslovematures_g5111_028.jpg
“Sst.. Terr.. Ss.. Pegang.. Su.. Su.. Tante.. Ndi.. Sst”
“I.. Ya.. Tante.. Mmh..”
“Nnach.. Gitu.. Rem.. As.. Yaa..” Rintih Tante Ratna karena kedua payudaranya saya remas dan kedua putingnya saya pelintir-pelintir.
Keringat Tante Ratna sudah mulai menetes bersamaan dengan keringat saya, sudah 15 menit kami melakukan sodokan dan goyangan yang hebat sampai ranjang itu berderit-derit menahan goyangan kami yang begitu liar seperti pengantin baru.
“Tan.. Andi.. Mau.. Kel.. Uar.. Nich”
“Ben.. Tar.. Ndi.. Sst.. Sst.. Samaan.. Kelua.. Rrnya ya” perintah Tante pada saya yang sudah mau bobol saja rasanya dan kami pun mempercepat sodokan dan goyangan.. Cleep.. Cleep.. Cleep.. Dan akhirnya..
“Sst.. Ce.. Pat.. Ndi.. Aakh..” Tante Ratna memeluk saya sambil menggoyang-goyang pantatnya semakin cepat, jeritaannya bersamaan dengan semprotan saya dan Tante, croot, croot muncratlah air mani itu dalam vagina Tante.
Tante Ratna memeluk saya lemas dan kami pun berpelukan dalam keadaan Tante masih menggenakan daster satin nya yang agak kusut dan disertai nodo-noda yang melekat didaster satin hasil pergulatan kami berdua dan ranjang tempat tidurku semuanya banyak bercak bekas keringat dan sperma saya dan Tante Ratna bergumul sampai 3 kali malam itu.

Keesokan paginya..
“Pagi Tante..” salam saya pada Tante Ratna yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
“Pagi” jawab Tante Ratna.
“Semalam Tante benar-benar puas Andi.
“I ya Te…Andi juga makasih ya Tante sayang.

Hari ini Andi jadi sayang sekaii sama Tante.
“Ooh ya, nanti anterin Tante jalan-jalan ke pantai sengigi ya ndi”
“Beres Tante ku sayang, pokoknya puas dech”
Kemudian Tante Ratna pergi meeting dulu ya nanti. Sore itu jam 15.10  anter Tante jalan-jalan memakai mobil ke Senggigi.
Sore itu sebelum kami berdua pergi jalan-jalan Tante Ratna memakai kemeja satin berwarna merah dipadukan celana pendek selutut dengan bahan dan warna yang sama membuat sore itu Tante Ratna benar-benar cantik membuat saya melihatnya terpesona apalagi mata laki-laki akan menuju ke arahnya dan kami berdua begegas untuk pergi kepantai senggigi sesampai dipantai Mobil kuparkir di tempat yang agak sepi dan jam sudah menunjukkan jam 18.20 malam sambil saya arahkan mobil kepantai.
5414796627_fc763c104d_z.jpg
Didalam mobil saya danTante saling bercengkraman dan bersendang gurau sesekali menciumnya dan memandangnya dan tak lama suasana menjadi hening karena pandangan saya sekarang benar-benar menuju ke Tante Ratna.
 “Lho.. Kok..diam kenapa Andi jawab dong emang ada yang salah ya sama Tante.
“Ngak apa-apa tapi saya mau bilang sesuatu sama Tante?”
“Apa…Ndi bilang aja nanti Tante jawab.
“Jujur Andi suka dan cinta sama Tante dan apa Tante sebaliknya.
“Tante juga sayang dan cinta sama Andi walaupun Andi keponakan Tante tapiTante tetap sayang.
“Makasih Tente sayang.

Hari semakin malam semakin sepi hanya suara deburan ombak pantai yang menggulung terdengar disusana kita berdua,
“Kenapa bengong lagi…Ndi.
“Engak apa-apa Cuma Andi  melihat Tante dengan busana itu Andi sangat terpesona.
“kamu suka ya dengan kemeja dan celana yang Tante pakai.
“I ya Te…Andi suka sekali.
“Pingin ya …”

Sambil berbisik ketelinga saya Tante berkata secara perlahan “Tante tidak memakai Bra dan Cd sayang didalamnya” sambil lidah Tante Ratna menjilat telinga saya.
“Mmh.. Tante benar-benar Andi menjadi terangsang mendengarnya.. ..” Sambil kedua bibir kami saling melumat.
Tangan saya mulai meremas payudara sebelah kanan yang masih terbungkus kemeja satin merah. Beberapa menit kami berciuman dan kemudian saya arahkan ke leher untuk membuat cupang merah. Tangan saya sudah memainkan putting susunya dari luar kemeja satin sambil memelintir putingnya.
“Ssh.. Mmh.. Aah..” rintih Tante Ratna sambil tangannya masuk ke dalam celana jins saya dan meremas-remas kontol saya yang sudah tegak dari tadi.
Saya buka celana jins saya dan membiarkan Tante Ratna dengan leluasa meremas-remas kontol saya. tanpa menunggu lagi saya lahap dan jilat sampai Mbak Susi merintih-rintih keenakan.
“Terr.. Us.. Ndi.. Pin.. Dah sebelah lagi”
Beberapa menit kami saling meremas dan menjilat sehingga kemeja satin itu basah oleh jilatan lidah saya, kemudia kami berdua pindah ke jok belakang mobil saya kemudian melepas setengah celana jins dan mengeser sedikit celana pendek Tante Ratna, wah betul-betul vagina yang sempurna, tanpa pikir panjang saya cium dan jilat vaginanya yang sudah basah oleh cairan kental putih itu, sambil menjilat saya masukkan jari tangan agar Tante Ratna bertambah merintih tidak karuan.
“Sst.. Ce.. Pat.. Ndi.. Masukin.. Mbak udah nggak tahan nich”
“Ben.. Tar.. Mbak..” kata saya sambil membuka celana saya seluruhnya dan berganti posisi dengan tubuh saya dibawah dan tante ratna diatas sambil sama-sama menghadap kedepan arah mobil, kemudian dengan dituntun tangan Tante Ratna megarahkan kontol saya dari pinggir celana pendeknya akhirnya bles.. Mmh masuk semua dech kontol saya yang katanya bengkok itu.

“Terr.. Us.. Dor.. Ong.. Teruss.. Sst”
“Cep.. Epet.. Ya.. Gitu.. Ahh..” Celoteh dan rintihan Mbak Susi akibat sodokan demi sodokan yang masukkan dalam-dalam, mmh nikmat rasanya dan akhirnya kami sama-sama nggak kuat, sambil berpelukan kedua tangan saya meremas kedua buah dadanya sambil mencium dan menjilati kemeja satin dari belakang badanya dengan sangat erat.. dan pantat Tante Ratna digoyangkan memutar membuat kontol saya terjepit lebih dalam  dan akhirnya Crot.. Crot.. Keluarlah lahar putih itu bersamaan didalam vagina Tante Ratna hingga 5 menit kami sama-sama menikmati sisa-sisa kepuasan.
kontol saya yang masih terbenam didalam vagina Tante Ratna dijabutnya dari lobang vaginanya diiringin sisa sperma yang keluar dari lobang vagina Tante Ratna dengan cepat saya segera megambil tissue dimobil untuk membersihkan sisa sperma yang melekat dicelana Tante dan kontol saya.

Kontol saya yang masih tegak ditindihnya dengan pantat Tante Ratna pas ditengah-tengah Celana satin nya ambil mengeseknya maju mundur.

“Terima kasih ya sayang”
“Sama-sama ndi, Entar sampi rumah kita lanjut lagi ya sayang” jawab Tante Ratna tersenyum puas.
Dan kami pun pulang, sesampai dirumah kami berdua disambut Ibuku tanpa curiga sekalipun.  Tante Ratna segera masuk kekamar untuk mengganti celananya karena takut terlihat bekas sperma yang telah menggering.
“Gimana Ratna”
“Puas Jalan-jalanya sama si Andi” kata ibu saya.
“Puas bude”
“Rat, tidur duluan yak arena besok harus kerja lagi”
“Iya”
“Ndi terima kasih ya udah nganterin Tante Ratna”
“Biasa aja kok Tante, yang penting puas khan?” jawab saya mengedipkan mata pada Tante.
“Ndi, Tante tidur di kamarmu ya entar kamu nyusul ya sayang”

Semenjak kejadian itu hampir tiap hari kami melakukanya hubungan badan baik dirumah maupun diliuar rumah dan ahkirnya Tante Ratna pamit untuk balik kejakarta karena urusan kerja selama lima hari dilombok sudah selesai
Saya pun setelah lulus kuliah dilombok langsung kerja dijakarta dan hidup bareng bersama Tante Ratna serumah tanpa ada curiga dari keluarga.

Kamis, 28 Juli 2011


Umurku baru 28 tahun ketika diangkat jadi manager area sebuah perusahaan consumer goods. Aku ditempatkan di Semarang dan diberi fasilitas rumah kontrakan tipe 45. Setelah 2-3 minggu tinggal sendirian di rumah itu lama-lama aku merasa capai juga karena harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti nyapu, ngepel, cuci pakaian, cuci perabot, bersih-bersih rumah tiap hari. Akhirnya kuputuskan cari pembantu rumah tangga yang kugaji sendiri daripada aku sakit. Lewat sebuah biro tenaga kerja, sore itu datanglah seorang wanita sekitar 35 tahunan, Sumiyati namanya, berasal dari Wonogiri dan sudah punya dua anak yang tinggal bersama ortunya di desa. 

"Anaknya ditinggal dengan neneknya tidak apa-apa, Mbak?" tanyaku.
 
"Tidak, pak. Mereka kan sudah besar-besar, sudah SMP dan SD kelas 6," jawabnya.
 
"Lalu suami Mbak Sum dimana?"
 
"Sudah meninggal tiga tahun lalu karena tbc, pak."
 
"Ooo.. pernah kerja di mana saja, Mbak?"
 
"Ikut rumah tangga, tapi berhenti karena saya tidak kuat harus kerja terus dari pagi sampai malam, maklum keluarga itu anaknya banyak dan masih kecil-kecil.. Kalau di sini kan katanya hanya bapak sendiri yang tinggal, jadi pekerjaannya tidak berat sekali."
 

Dengan janji akan kucoba dulu selama sebulan, jadilah Mbak Sum mulai kerja hari itu juga dan tinggal bersamaku. Dia kuberi satu kamar, karena memang rumahku hanya punya dua kamar. Tugas rutinnya, kalau pagi sebelum aku ke kantor membersihkan kamarku dan menyiapkan sarapanku. Setelah aku ke kantor barulah ruangan lain, nyuci, belanja, masak
 dst. Dia kubuatkan kunci duplikat untuk keluar masuk rumah dan pagar depan. Setelah seminggu tinggal bersama, kami bertambah akrab. Kalau di rumah dan tidak ada tamu dia kusuruh memanggilku "Mas" bukan "bapak" karena usianya tua dia. Beruntung dia jujur dan pintar masak sehingga setiap pagi dan malam hari aku dapat makan di rumah, tidak seperti dulu selalu jajan ke luar. Waktu makan malam Mbak Sum biasanya juga kuajak makan semeja denganku. Biasanya, selesai cuci piring dia nonton TV. Duduk di permadani yang kugelar di depan pesawat. Kalau tidak ada kerjaan yang harus dilembur aku pun ikut nonton TV. Aku suka nonton TV sambil tiduran di permadani, sampai-sampai ketiduran dan seringkali dibangunkan Mbak Sum supaya pindah ke kamar. 

Suhu udara
 Semarang yang tinggi sering membuat libidoku jadi cepat tinggi juga. Lebih lagi hanya tinggal berdua dengan Mbak Sum dan setiap hari menatap liku-liku tubuh semoknya, apalagi Mbak Sum kalau dirumah sering sekali memakai pakai daster dari bahan satin di atas paha.

                                                      
Membuat keinginanku untuk mendekap tubuhnya dengan Daster satin.. 

"Mbak Sum bisa mijit nggak?" tanyaku ketika suatu malam kami nonton TV bareng.
 
Dia duduk dan aku tiduran di permadani.
 
"Kalau asal-asalan sih bisa, Mas," jawabnya lugu.
 
"Nggak apa-apa, Mbak. Ini lho, punggungku kaku banget.. Seharian duduk terus sampai nggak sempat makan siang. "Tolong dipijat ya, Mbak.." sambil aku tengkurap.
 
Mbak Sum pun bersimpuh di sebelahku. Tangannya mulai memijat punggungku tapi matanya tetap mengikuti sinetron di TV. Uuhh.. nikmatnya disentuh wanita ini. Mata kupejamkan, menikmati. Saat itu aku sengaja tidak pakai CD (celana dalam) dan hanya pakai celana olahraga longgar.
 
"Mijatnya sampai kaki ya, Mbak," pintaku ketika layar TV menayangkan iklan.
 
"Ya, Mas," lalu pijatan Mbak Sum mulai menuruni pinggangku, terus ke pantat.
 
"Tekan lebih keras, Mbak," pintaku lagi dan Mbak Sum pun menekan pantatku lebih keras.
 
Penisku jadi tergencet ke permadani, nikmat, greng dan semakin.. berkembang. Aku tak tahu apakah Mbak Sum merasakan kalau aku tak pakai CD atau tidak. Tangannya terus meluncur ke pahaku, betis hingga telapak kaki. Cukup lama juga, hampir 30 menit.
 

"Sudah capai belum, Mbak?"
 
"Belum, Mas."
 
"Kalau capai, sini gantian, Mbak kupijitin," usulku sambil bangkit duduk.
 
"Nggak usah, Mas."
 
"Nggak apa-apa, Mbak. Sekarang gantian Mbak Sum tengkurap," setengah paksa dan merajuk seperti anak-anak kutarik tangannya dan mendorong badannya supaya telungkup.
 
"Ah, Mas ini, saya jadi malu.."
 
"Malu sama siapa, Mbak? Kan nggak ada orang lain?"
 
Agak canggung dia telungkup dan langsung kutekan dan kupijit punggungnya supaya lebih tiarap lagi. Kuremas-remas dan kupijit-pijit punggung dan pinggangnya.
 
"Kurang keras nggak, Mbak?"
 
"Cukup, Mas.." Sementara matanya sekarang sudah tidak lagi terlalu konsentrasi ke layar kaca. Kadang merem melek. Tanganku mencapai pantatnya yang tertutup daster satin. Kuremas, kutekan, kadang tanganku kusisipkan di antara pahanya hingga dasternya mencetak pantat gempal itu. Kusengaja berlama-lama mengolah pantatnya, toh dia diam saja.
 

"Pantat Mbak empuk lo.." godaku sambil sedikit kucubit.
 
"Ah, Mas ini bisa saja.. Mbak jadi malu ah, masak pembantu dipijitin juragannya.. Sudah ah, Mas.." pintanya.
 

Sambil berusaha berdiri.
 
"Sabar, Mbak, belum sampai ke bawah," kataku sambil mendorongnya balik ke permadani.
 
"Aku masih kuat kok."
 
Tanganku bergerak ke arah pahanya. Meremas-remas mulai di atas lutut yang tidak tertutup daster, lalu
 makin naik dan naik merambat ke balik dasternya. Mbak Sum mula-mula diam namun ketika tanganku makin tinggi memasuki dasternya ia jadi gelisah. 
"Sudah, Mas.."
 
"Tenang saja, Mbak.. Biar capainya hilang," sahutku sambil menempelkan bagian depan celanaku yang menonjol ke samping pahanya yang kanan sementara tanganku memijat sisi
kiri pahanya. Sengaja kutekankan "tonjolan"ku. Dan seolah tanpa sengaja kadang-kadang kulingkarkan jari tangan ke salah satu pahanya lalu kudorong ke atas hingga menyentuh bawah vaginanya. Tentu saja gerakanku masih di luar dasternya supaya ia tidak menolak. Ingin kulihat reaksinya. Dan yang terdengar hanya eh.. eh.. eh.. tiap kali tanganku mendorong ke atas. 

"Sekarang balik, Mbak, biar depannya kupijat sekalian.."
 
"Cukup, Mas, nanti capai.."
 
"Nggak apa-apa, Mbak, nanti gantian Mbak Sum mijit aku lagi.."
 
Kudorong balik tubuhnya sampai telentang. Daster di bagian pahanya agak terangkat naik. Mula-mula betisnya kupijat lagi lalu tanganku merayap ke arah pahanya. Naik dan terus naik dan dasternya kusibak sedikit sedikit sampai kelihatan CD-nya.
 
"Mbak Sum pakai celana item ya?" gurauku sampai dia malu-malu.
 
"Saya jadi malu, Mas, kelihatan celananya.." sambil tangannya berusaha menurunkan dasternya lagi.
 
"Alaa.. yang penting kan nggak kelihatan isinya to, Mbak.." godaku lagi sambil menahan tangannya dan mengelus gundukan CD-nya dan membuat Mbak Sum menggelinjang.
 
Tangannya berusaha menepis tanganku. Melihat reaksinya yang tidak terlalu menolak, aku tambah berani. Dasternya
 makin kusingkap sehingga kedua pahanya yang besar mengkal terpampang di depanku. Namun aku tidak terburu nafsu. Kusibakkan kedua belah paha itu ke kiri-kanan lalu aku duduk di sela-selanya. Kupijat-pijat pangkal paha sekitar selangkangannya sambil sesekali jariku nakal menelusupi CD-nya. 

"Egh.. egh.. sudah Mas, nanti keterusan.." tolaknya lemah.
 
Tangannya berusaha menahan tanganku, tapi tubuhnya tak menunjukkan reaksi menolak malah tergial-gial setiap kali menanggapi pijitanku.
 
"Keterusan gimana, Mbak?" tanyaku pura-pura bodoh sambil memajukan posisi dudukku sehingga penisku hampir menyentuh CD-nya. Dia diam saja sambil tetap memegangi tanganku supaya tidak keterusan.
 
"Ya deh, sekarang perutnya ya, Mbak.."
 

Tanganku meluncur ke arah perutnya sambil membungkuk di antara pahanya. Sambil memijat dan mengelus-elus perutnya, otomatis zakarku (yang masih terbungkus celana) menekan CD-nya. Merasa ada tekanan di CD-nya Mbak Sum segera bangun.
 
"Jangan Mas.. nanti keterusan.. Tidak baik.." lalu memegang tanganku dan setengah menariknya.
 
Kontan tubuhku malah tertarik maju dan menimpanya. Posisi zakarku tetap menekan selangkangannya sedang wajah kami berhadap-hadapan sampai hembusan nafasnya terasa.
 
"Jangan, Mas.. jangan.." pintanya lemah.
 
"Cuma begini saja, nggak apa-apa kan Mbak?" ujarku sambil mengecup pipinya.
 
"Aku janji, Mbak, kita hanya akan begini saja dan tidak sampai copot celana," sambil kupandang matanya dan pelan kugeser bibirku menuju ke bibirnya.
 

Dia melengos tapi ketika kepalanya kupegangi dengan dua tangan jadi terdiam. Begitu pula ketika lidahku menelusuri relung-relung mulutnya dan bibir kami berciuman. Sesaat kemudian dia pun mulai merespons dengan hisapan-hisapannya pada lidah dan bibirku.
 

Targetku hari itu memang belum akan menyetubuhi Mbak Sum sampai telanjang. Karena itulah kami selanjutnya hanya berciuman dan berpelukan erat-erat, kutekan-tekankan pantatku. Bergulingan liar di atas permadani. Kuremas-remas payudaranya yang montok mengkal di balik daster satin. Entah berapa jam kami begituan terus sampai akhirnya kantuk menyerang dan kami tertidur di permadani sampai pagi. Dan ketika bangun Mbak Sum jadi tersipu-sipu.
 
"Maaf ya, Mas," bisiknya sambil memberesi diri.
 
Tapi tangannya kutarik sampai ia jatuh ke pelukanku lagi.
 
"Nggak apa-apa, Mbak. Aku suka kok tidur sambil pelukan kayak tadi. Tiap malam juga boleh kok.." candaku.
 
Mbak Sum melengos ketika melihat tonjolan besar di celanaku.
 

Sejak saat itu hubunganku dengan Mbak Sum semakin hangat saja. Aku bebas memeluk dan menciumnya kapan saja. Bagai istri sendiri. Dan terutama waktu tidur, kami jadi lebih suka tidur berdua. Entah di kamarku, di kamarnya atau di atas permadani. Sengaja selama ini aku menahan diri untuk tidak memaksanya telanjang total dan berhubungan kelamin. Dengan berlama-lama menahan diri ini lebih indah dan nikmat rasanya, sama seperti kalau kita menyimpan makanan terenak untuk disantap paling akhir.
 

Hingga suatu malam di ranjangku yang besar kami saling berpelukan. Aku bertelanjang dada dan Mbak Sum pakai daster satin. Masih sekitar jam 9 waktu itu dan kami terus asyik berciuman, berpagutan, berpelukan erat-erat saling raba, pijat, remas. Kuselusupkan tanganku di bawah dasternya lalu menariknya ke atas. Terus ke atas hingga pahanya menganga, perutnya terbuka dan akhirnya BH putihnya nampak menantang. Tanpa bicara kubuka pengait Bh itu dan kulepas melewati atas dasternya terus lewat kepalanya.
 
"Jangan, Mas.." Mbak Sum menolak.
 
"Nggak apa-apa, Mbak, cuma Bh kan.." rayuku.
 
Dia jadi melepaskan tanganku. Juga diam saja ketika aku terang-terangan membuka celana luarku hingga Aku sekarang tinggal berpakaian dalam. Kembali tubuh gempal janda montok itu kugeluti, kuhisap-hisap putting susunya yang nampak menonjol dari luar daster satin. Mbak Sum mendesis-desis sambil meremasi rambut kepalaku dan menggapitkan pahanya kuat-kuat ke pahaku.
 

"Mbak Sum Aku suka dengan Daster satin Mbak?" tanyaku.
 
"Mas. Pingin sih pingin.. tapi.. gimana ya.."
 
"Sudah berapa lama Mbak Sum tidak ngeseks?"
 
"Ya sejak suami Mbak meninggal.. kira-kira tiga tahun.."
 
"Pasti Mbak jadi sering masturbasi ya?"
 
"Kadang-kadang kalau sudah nggak tahan, Mas.."
 
"Kalau main dengan pria lain?"
 
"Belum pernah, Mas.."
 
"Masak sih, Mbak? masak nggak ada yang mau?"
 
"Bukan begitu, tapi aku yang nggak mau, Mas.."
 
"Kalau sama aku kok mau sih, Mbak?" godaku lagi.
 
"Ah, kan Mas yang mulai.. dan lagi, kita kan nggak sampai anu.."
 
"Anu apa, Mbak?"
 
"Ya itu.. telanjang gitu.."
 
"Sekarang kita telanjang ya, Mbak.."
 
"Eee.. kalau hamil gimana, Mas?"
 
"Aku pakai kondom deh.."
 
"Ng.. tapi itu kan dosa, Mas?"
 
"Kalau yang sekarang ini dosa nggak, Mbak?" tanyaku mentesnya.
 
"Eee.. sedikit, Mas," jawabnya bingung.
 
Aku tersenyum mendengar jawaban mengambang itu dan kembali memeluk erat-erat tubuh sekalnya yang menggemaskan. Kuremas dan kucium-cium Daster satin nya. Ia memeluk punggungku lebih erat. Kuraba-raba Daster satin nya yang sangat lembut dan licin dibelakang punggungnya.
 
"Mas sedot puting susunya.." Bisiknya nafsu dari mulut Mbak Sum.
 
Dua buah semangka segar yang masih terhalang Daster satin itu langsung kukemut-kemut putingnya yang semakin menonjol keluar Kuhisap, kumasukkan mulut sebesar-besarnya, kugelegak, sambil kulepas CD-ku. Mbak Sum terus mendesis-desis dan bergetar-getar tubuhnya. Kami bergumul berguling-guling. Kutekan-tekan selangkangannya dengan zakarku. 

"Gimana, Mbak.. sudah siap kumasukan?" tanganku menjangkau CD-nya dan hendak melepasnya. 
"Jangan, Mas. Kalau hamil gimana?" 
"Ya ditunggu saja sampai lahir to, Mbak.." gurauku sambil berusaha menarik lepas CD-nya. 
Mbak Sum berusaha memegangi CD-nya tapi seranganku di bagian atas tubuhnya membuatnya geli dan tangannya jadi lengah. Cd-nya pun merosot melewati pantatnya. 
"Kalau hamil, siapa yang ngurus bayinya?" 
"Ya, Mbak lah, kan itu anakmu.. tugasku kan cuma bikin anak, bukan ngurusi anak.." godaku terus. 
"Dasar, mau enaknya sendiri.."
Mbak Sum memukulku pelan, tangannya berusaha menjangkau CD dari bawah pahanya tapi kalah cepat dengan gerakanku melepas CD itu dari kakinya. Buru-buru kukangkangkan pahanya lalu kubenamkan lidahku ke situ. Slep.. slep.. slep.. Mbak Sum melenguh dan menggeliat lagi sambil meremasi kepalaku. Nampak dia berada dalam kenikmatan. Beberapa menit kemudian, aku memutar posisi tubuhku sampai batang zakarku tepat di mulutnya sementara lidahku tetap beroperasi di vaginanya. Dengan agak canggung-canggung dia mulai menjilati, mengulum dan menghisapnya. Vaginanya mulai basah, zakarku menegang panjang. Eksplorasi dengan lidah kuteruskan sementara tanganku memijit-mijit sekitar selangkangan hingga anusnya. 

"Agh.. agh.. Maas.. ak.. aku.." 
Mbak Sum tak mampu bersuara lagi, hanya pantatnya terasa kejang berkejat-kejat dan mengalirlah cairan maninya mengaliri mulutku. Kugelegak sampai habis cairan bening itu. 
"Isap anuku lebih keras, Mbak!" perintahku ketika kurasakan maniku seegera terasa mau keluar dari ujung zakar. 
                                    
Aku buru-buru melepas zakar ku dan mengarahkan diperutnya dan Aku gesekan zakarku diatas daster satinya yang sangat licin dan crotttt….cottt spermaku keluar dengan sangat banyak membuat Daster Satin Mbak Sum basah oleh air sperma aku.

                                                   
Kami pun terjelepak kelelahan. Kuputar tubuhku lagi dan malam itu kami tidur telanjang berpelukan untuk pertama kalinya. Tapi zakarku belum sempat masuk ke vaginanya. Aku masih ingin menyimpan "makanan terenak" itu berlama-lama. 

Selanjutnya kegiatan oral seks jadi kegemaran kami setiap hari Aku gesekan ke Daster satin Mbak Sum. Entah pagi, siang maupun malam bila salah satu dari kami (biasanya aku yang berinisiatif) ingin bersetubuh ya langsung saja tancap. Entah itu di kamar, sambil mandi bersama atau bergulingan di permadani. Tiap hari kami mandi keramas dan entah berapa banyak bercak mani di Daster Satin milik Mbak Sum dan tempat tidurku. Selama itu aku masih bertahan dan paling banter hanya memasukkan kepala zakarku ke vaginanya lalu kutarik lagi. Batangnya tidak sampai masuk meski kadang Mbak Sum sudah ingin sekali dan menekan-nekan pantatku. "Kok nggak jadi masuk, Mas?" tanyanya suatu hari. 
"Apa Mbak siap hamil?" balikku. 
"Kan aku bisa minum pil kabe to Mas.." 
"Bener nih Mbak rela?" jawabku menggodanya sambil memasukkan lagi kepala zakarku ke memeknya yang sudah basah kuyup. 
"Heeh, Mas," dia mengangguk. 
"Mbak nggak merasa bersalah sama suami?" 
"Kan sudah meninggal, Mas." 
"Sama anak-anak?" 

Ia terdiam sesaat, lalu jawabnya lirih, "A.a.. aku kan juga masih butuh seks, Mas.." 
"Mana yang Mbak butuhkan, seks atau suami?" tanyaku terus ingin tahu isi hatinya. 
Kuangkat lagi kepala zakarku dari mulut memeknya lalu kusisipkan saja di sela-sela pahanya. 
"Pinginnya sih suami, Mas.. tapi kalo Mas jadi suamiku kan nggak mungkin to.. Aku ini kan cuma orang desa dan pembantu.." jawabnya jujur. 
"Jadi, kalau sama aku cuma butuh seksnya aja ya Mbak? Mbak cuma butuh nikmatnya kan? Mbak Sum pingin bisa orgasme tiap hari kan?" 
Mbak Sum tersipu. Tidak menjawab malah memegang kepalaku dan menyosor bibirku dengan bibirnya. Kami kembali berpagutan dan bergulingan. Zakar besar tegangku terjepit disela pahanya lalu cepat-cepat aku berbalik tubuh dan memasukkan ke mulutnya. Otomatis Mbak Sum menghisap kuat-kuat zakarku sama seperti aku yang segera mengobok-obok vaginanya dengan tiga jari dan lidahku. Sejenak kemudian kembali kami orgasme dan ejakulasi hampir bersamaan. Yah, bisakah pembaca bersetubuh seperti kami? Saling memuasi tanpa memasukkan zakar ke vagina. 

Hubungan nikmat ini terus berlangsung hingga suatu sore sepulangku kerja Mbak Sum memberiku sekaplet pil kabe dan sekotak kondom kepadaku. 
"Sekarang terserah Mas, mau pakai yang mana? Mbak sudah siap.." tantangnya. 
Aku jadi membayangkan penisku memompa vaginanya yang menggunduk itu. 
"Mbak benar-benar ikhlas?" tanyaku. 
"Lha memang selama ini apa Mas? Saya kan sudah pasrah diapakan saja sama Mas." 
"Mbak tidak kuatir meskipun aku nggak bakalan jadi suami Mbak?" lanjutku sambil berjaga-jaga untuk menghindari resiko bila terjadi sesuatu di belakang hari. 
"Saya sudah ikhlas lega lila, mau dikawini saja tiap hari atau dinikahi sekalian terserah Mas saja. Saya benar-benar tidak ada pamrih apa-apa di belakang nanti.. Saya hanya ingin kita berhubungan seks dengan maksimal.. tidak setengah-setengah seperti sekarang ini.." 
Haah, ternyata Mbak Sum pun jadi berkobar nafsu syahwatnya setelah berhubungan seks denganku secara khusus selama ini. Ternyata wanita ini memendam hasrat seksual yang besar juga. Sampai rela mengorbankan harga dirinya. Aku jadi tak tega, tapi sekaligus senang karena tidak bakal menanggung resiko apapun dalam berhubungan seks dengan dia. Aku selama ini kan memang hanya mengejar nafsu dan nampaknya Mbak Sum pun terbawa iramaku itu. Ya, seks hanya untuk kesenangan nafsu dan tubuh. Tanpa rasa cinta. Tidak perlu ada ketakutan terhadap resiko harus menikahi, punya anak dsb. Kapan lagi aku dapat prt sekaligus pemuas nafsu dengan tarif semurah ini (gajinya sebulan 150 ribu rupiah kadang kutambah 50 atau 100 ribu kalau ada rejeki lebih). Bandingkan biayanya bila aku harus cari wanita penghibur setiap hari. Dan kayaknya yang seperti inilah yang disukai para pria pengobral zakar dan mungkin sebagian besar pembaca sumbercerita.com inipun termasuk di dalamnya. Mau nikmatnya, nggak mau pahitnya. Begitu, kan? Ngaku ajalah, nggak usah cengar-cengir kayak monyet gitu. Soal seks kita sama dan sebangun kok. He he he.. 

"Sekarang aku mau mandi dulu, Mbak. Urusan itu pikirin nanti saja," jawabku sambil melepas pakaian dan jalan ke kamar mandi bertelanjang. 
Kutarik tangan Mbak Sum untuk menemaniku mandi. Pakaiannya pun sudah kulepasi sebelum kami sampai ke pintu kamar mandi. Hal seperti ini sudah biasa kami lakukan. Saling menggosok dan memandikan sambil membangkitkan nafsu-nafsu erotis kami. Dan acara mandi bersama selalu berakhir dengan tumpahnya sperma dan mani kami bersama-sama karena saling isep. 

Dan godaan untuk bermain seks dengan tuntas semakin besar setelah ada pil kabe dan kondom yang dibeli Mbak Sum. Esok malamnya eksperimen itu akan kami mulai dengan kondom lebih dulu. Soalnya aku takut kalau ada efek samping bila Mbak Sum minum pil kabe. Kata orang kalau nggak cocok malah bikin kering rahim. Kan kasihan kalau orang semontok Mbak Sum rahimnya kering. Malam itu seusai makan malam dan nonton TV sampai jam sembilan, kami mulai bergulingan di permadani. Satu persatu penutup tubuh kami bertebaran di lantai. Putingya kupelintir dan sebelah lagi kukemut dan kugigit-gigit kecil sementara tangan kananku menggosok-gosok pintu memek Mbak Sum sampai dia mengerang-erang mau orgasme. 
"Sekarang pakai ya, Mas," bisiknya sambil menggenggam kencang zakarku yang tegang memanjang. 
"Heeh," jawabku lalu dia menjangkau sebungkus kondom yang sudah kamu sediakan di sebelah TV. 
Disobeknya lalu karet tipis berminyak itu pelan-pelan disarungkannya ke penisku. Mbak Sum nampak hati-hati sekali. 
"Wah, jadi gak bisa diisep Mbak nih," kataku. 
"Kan yang ngisep ganti mulut bawah, Mas.." Guraunya membuatku tersenyum sambil terus meremas-remas teteknya. 
Sleeb.. lalu karet tipis itupun digulungnya turun sampai menutupi seluruh batangku. 
"Sudah, Mas," katanya sambil menelentangkan tubuh dan mengangkan pahanya lebar-lebar. 
Perlahan aku mengangkanginya. 
"Sekarang ya, Mbak," bisikku sambil memeluknya mesra. 
Mbak Sum memejamkan mata. Perlahan zakarku dipegang, diarahkan ke lobang nikmatnya. Kuoser-oser sebentar di depan pintunya barulah kudesakkan masuk. Masuk separuh. Mbak Sum melenguh.. 
"Sakit Mbak?" 
"Sedikit.." 
Kuhentikan sebentar lalu kudorong lagi pelan-pelan dan dia mulai melepasnya. Bless.. slep.. kugerakkan pantatku maju-mundur naik-turun. Matanya merem melek, tangan kami berpelukan, tetek tergencet dadaku, bibir kami saling kulum. Kugenjot terus, kupompa, kubajak, kucangkul, kumasuki, kubenamkan, dalam dan semakin dalam, gencar, cepat dan kencang. Sampai akhirnya gerakkanku terhambat ketika mendadak Mbak Sum memelukkan pahanya erat-erat ke pahaku. 
"Akk.. aku sampai Mas.. egh.. egh.." 
Dan seerr.. terasa cairan hangat menerpa zakarku. Kuhentikan gerakanku, dan hanya membenamkannya dalam-dalam. Menekan dan menekan masuk. Rasanya agak kurang enak karena batangku terbungkus karet tipis itu. 

Kubiarkan Mbak Sum istirahat sejenak sebelum aku mulai memompanya lagi bertubi-tubi sambil kueksplorasi bagian sensitif tubuhnya hingga dia kembali terangsang. 
"Mbak pingin keluar lagi?" tanyaku. 
"Kk.. kalau bisa, Mas.. keluar sama-sama.." ajaknya sambil mulai menggoyang dan memutar-mutar bokongnya. 
Aku merasakan nikmat yang belum pernah kurasakan. Soalnya kan baru pertama kali ini zakarku menancapi lubangnya. Ternyata hebat juga goyangannya. Goyang ngebornya Inul, ngecornya Denada atau ngedennya Camelia Malik kalah jauh deh.. soalnya mana mungkin aku ngrasain vagina mereka kan? Dan kenikmatan itu semakin terasa diujung batangku. Gerakan pompaku semakin cepat dan cepat. 
"Mbak.. hh.. hh.. hh.." dengus nafasku terus memacu gerak maju mundur pantatku. 
Sementara dengan tak kalah brutalnya Mbak Sum melakukan yang sama dari bawah. 
"Ak.. aku sudah mau Mbak.." pelukku ketat ke tubuhnya. 

Kutindih, kuhunjamkan dalam-dalam, kuhentakkan ketika sperma keluar dari ujung batangku. Yang pasti Mbak Sum tak bakalan merasakan semburannya karena toh sudah tertampung di ujung kondom. Sejenak kemudian Mbak Sum pun meregang dan berkejat-kejat beberapa kali sambil membeliak-beliak matanya. Dia orgasme lagi. Tubuhnya tetap kutelungkupi. Nafas kami memburu. Mata kami terpejam kecapaian. "Puas, Mbak?" bisikku sambil mengulum telinganya. Dia mengangguk kecil. Kami kembali tidur berpelukan. Mungkin dia tengah membayangkan tidur dengan suaminya. (Sementara aku tidak membayangkan apapun kecuali sesosok daging mentah kenyal yang siap kugenjot setiap saat). Hehehe.. kasihan Mbak Sum kalau dia tahu otak mesumku. Tapi kenapa mesti dikasihani kalau dia juga menikmati? Ya kan? Ya kan? Aku sering bertanya-tanya: Bila seorang wanita orgasme ketika dia diperkosa, apakah itu bisa disebut perkosaan? Siapa bisa jawab? 

Sambil menunggu jawab Anda, aku dan Mbak Sum terus mereguk kepuasan dengan pakai kondom. Sayangnya satu kondom hanya bisa dipakai satu kali main. Kalau lebih dikuatirkan bocor. Makanya hanya dalam sehari itu kondom satu dus habislah sudah. Anda bisa hitung sendiri berapa kali aku ejakulasi. 
Esoknya, "Mbak, kondomnya habis, mau pakai pil?" tanyaku. 
"Boleh," jawabnya santai. 
Dan malam itu mulailah ia minum pil sesuai jadwal dan hasilnya.. ternyata kami lebih puas karena tidak ada lagi selaput karet tipis yang menahan semburan spermaku memasuki gua garba Mbak Sum. 
"Mas.. Mas.. semprot terus Mas, enak banget.." serunya ketika aku ejakulasi sambil berkejat-kejat diatas pahanya belasan kali menghunjamkan zakar yang menyemprot puluhan kali. 
Dari cret, crit, crut, crat sampai crot crot crot lalu cret cret cret lagi!! Soal rahim kering sudah tak kupikir lagi. Biar saja mau kering mau basah wong yang melakukan manggut-manggut saja tuh. Yah, dalam semalam minimal kami pasti sampai tiga kali orgasme dan ejakulasi. Sedangkan pagi atau siang tidak selalu kami lakukan. Kami bagaikan sepasang maniak seks. Ditambah vCD-vCD triple-x yang kutontonkan padanya, Mbak Sum jadi semakin ahli mengolah persetubuhan kami jadi kenikmatan tiada tara. 

Anda mau coba? Jangan ah, Mbak Sum kan milikku seorang. Kalau nanti aku dipindah tugas ke kota lain mungkin ia akan kubawa. Kalau tidak mau, ya aku akan cari Mbak Sum-Mbak Sum mesum yang lain. Pasti ada deh, namanya juga kenikmatan dunia. Siapa yang nolak sih? Hehehe.. Eh, Anda sudah jawab pertanyaanku di atas belum? Kalau sudah, kirim dong ke emailku. Yang jawabannya memuaskan akan kuberikan Mbak Sum sebagai hadiah (..tapi nanti kalau aku sudah bosan main seks dengan dia lo.. hehehe..) 

E N D